Digitalisasi Dakwah di Era Milenial
Bahtiar Effendi, S.E.Sy., M.E.
(Ketua Majelis Tabligh PDM Pemalang)
Digitalisasi dakwah hari ini bukan lagi menjadi sebuah alternatif tapi lebih kepada keharusan untuk dimunculkan apabila dakwah ingin tetap eksis di tengah masyarakat.
Digitalisasi dakwah adalah upaya menyajikan konten-konten dakwah melalui media digital seperti website, blog serta media sosial seperti YouTube, WhatsApp, Instagram, Facebook, Tiktok dsb.
Menjadi pertanyaan kemudian adalah mengapa Digitalisasi dakwah menjadi penting? Apakah tanpa adanya dakwah digital, pengajian-pengajian bisa tetap eksis dengan memanfaatkan media-media konvensional yang ada?
Dua pertanyaan tersebut setidaknya akan terjawab melalui alasan berikut.
Pertama, bahwa di era sekarang ini konsumsi masyarakat Indonesia terhadap media digital internet mengalami pertumbuhan yg sangat signifikan. Situs datareportal.com menyebutkan bahwa awal 2023 pengguna Youtube di Indonesia sebanyak 139 juta pengguna, Instagram 89,15 juta pengguna, Tiktok 109,9 juta pengguna dan Facebook 119,9 juta pengguna.
Sementara dari total 276,4 juta penduduk Indonesia, sebanyak 212,9 juta merupakan pengguna internet aktif atau 70% dari jumlah total populasi.
Jumlah yang besar ini mengindikasikan bahwa ada pergeseran tren dalam masyarakat kita, terutama dominasi kaum milenial yang lebih banyak memanfaatkan internet dan media sosial untuk memenuhi kebutuhan informasi bagi dirinya.
Kedua, Sebelum era 4.0 yang ditandai berkembangnya akses digital yang semakin masif, masyarakat memenuhi kebutuhan informasinya melalui TV dan majalah atau surat kabar, namun hari ini mengakses berita melalui media tersebut seperti sudah “basi” karena informasi yang diberikan melalui internet lebih up to date dan banyak pilihan.
Tren dan pilihan semacam ini pula yang hari ini bisa kita lihat dalam dunia dakwah. Kebutuhan masyarakat terkait konten-konten keIslaman terus mengalami peningkatan. Instagram, facebook, tiktok yang menyajikan konten dakwah dibanjiri dengan ratusan ribu bahkan jutaan follower yang merupakan jamaah medsosiyah yang didominasi kalangan muda. Tren hijrah dikalangan artis dan influencer yang memiliki banyak follower juga semakin menambah ramai jagat maya, mereka inilah para mad’u yang merasa tercukupi “kebutuhan agamanya” melalui konten-konten dakwah yang tersedia.
Oleh karenanya, tidak bisa tidak, para da’i, organisasi ataupun otoritas dakwah tidak boleh menutup diri dengan perkembangan dakwah digital yg pesat semacam ini. Kita juga tidak bisa memungkiri bahwa kemajuan digitalisasi internet di era sekarang ini ibarat dua mata pisau. Satu sisi bisa menghadirkan kebaikan sementara sisi lain bisa juga menghadirkan keburukan.
Keburukan, kemaksiatan yang semakin nyata dan tanpa malu-malu dipertontokan harus mampu di counter dengan konten-konten dakwah yang harusnya juga semakin nyata dan semakin massif pula, dengan kaidah al-muhafadhotu ‘ala qodimis sholih wal akhdzu bil jadidil ashlah, kita bisa tetep melestarikan metode dakwah konvensional di tengah masyarakat kita namun juga ikut mengambil peran dalam dakwah digital, sehingga pesan-pesan agama lebih banyak tersyiarkan dan memberikan pencerahan bagi umat.