Bayang-Bayang Sengkuni di Balik Amal Usaha Muhammadiyah

Oleh: Susilo Hadi Prayitno, S.Pd.,M S.I
Perjalanan panjang Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) sebagai sarana gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar telah memberikan pencerahan untuk Muhammadiyah berkemajuan, baik di bidang pendidikan, kesehatan, maupun ekonomi. Namun, dalam perjalanannya tidak sedikit ditemukan praktik yang mencerminkan watak “Sengkuni” .
Sengkuni hadir bukan tentang tokoh sengkuni dalam Mahabarata. Tetapi merujuk pada karakter negatif seperti licik, penuh tipu daya, jahat, fitnah, perebutan kekuasaan, manipulatif, serta menghalalkan segala cara demi kepentingan pribadi .
Beberapa fenomena yang kerap muncul antara lain :
Perebutan Jabatan dengan Intrik.
Ada oknum yang menghalalkan cara-cara kotor misalnya fitnah, framing negatif, lobbying tersembunyi untuk menyingkirkan orang lain demi mendapatkan posisi strategis di AUM.
Manipulasi Kebijakan.
Oknum tertentu menggunakan pengaruhnya untuk mengubah keputusan rapat, membelokkan musyawarah, atau mengatur pengangkatan pejabat AUM demi menguntungkan kelompoknya, tanpa mempertimbangkan kompetensi dan integritas.
Memanfaatkan nama Muhammadiyah untuk kepentingan pribadi.
Beberapa orang menjadikan AUM sebagai kendaraan mencari kekayaan, popularitas politik, atau proyek pribadi, padahal AUM dibangun untuk kepentingan dakwah dan pelayanan umat.
Pengadu Domba Antar Kader
Oknum “Sengkuni” kerap memecah belah antara kader senior dan junior, atau antara satu majelis dengan majelis lain, demi mempertahankan pengaruh dan kekuasaannya.
Menghalangi Regenerasi.
Mereka yang bergaya “Sengkuni” biasanya takut kehilangan posisi, sehingga menghalangi kaderisasi dan mempersulit kader muda untuk naik, meski kader muda itu lebih mumpuni.
Fenomena ini menjadi peringatan bahwa AUM harus dikelola dengan murni dan niat beramal shaleh, memelihara keikhlasan, dan menghindari sifat-sifat Sengkuni.
Kepemimpinan Muhammadiyah perlu memperkuat sistem kaderisasi, pengawasan, dan budaya organisasi berbasis nilai Islami agar AUM tetap menjadi rahmat bagi umat dan bangsa.
Bagi yang diberi amanat menjadi pimpinan persyarikatan di semua level harus ikhlas berjuang untuk muhammadiyah yang berkemajuan, menjadi pimpinan persyarikatan jangan bergaya layaknya pejabat struktural birokrasi yang hanya bisa mengatur tanpa mau bekerjasama, berjuang bersama, dan ikhlas untuk dakwah Muhammadiyah.
Amal usaha Muhammadiyah harus dikelola secara amanah, ikhlas, profesional dan menghindari sifat-sifat sengkuni. Nilai-nilai kemuhammadiyahan harus dijaga agar Muhammadiyah tetap menjadi sarana dakwah bukan alat kekuasaan.
Pimpinan muhammadiyah di semua level perlu waspada dan tegas terhadap penyimpangan gaya sengkuni. Etos organisasi muhammadiyah perlu keterbukaan, kolektif kolegial dalam mengambil kebijakan dan keputusan serta sinergitas baik internal maupun eksternal.
Penulis merasa yaqin dan optimis serta penuh harapan bahwa semua pimpinan persyarikatan yang dipilih melalui muktamar, musyawarah wilayah , musyawarah daerah, musyawarah cabang, dan musyawarah ranting adalah pemimpin hasil pleno yang penuh loyalitas, kredibel, kompeten, amanah, berdedikasi, ikhlas berjuang untuk Muhammadiyah berkemajuan.